BELAJAR PERSPEKTIF PSIKOLOGI
A. Pengertian
Psikologi
Psikologi berasal dari
perkataan Yunani yang terdiri atas dua suku kata yaitu psyche yang artinya jiwa, dan logosyang
artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologis, psikologi artinya ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejala, proses maupun latar
belakangnya. Umumnya, para pakar psikologi sepakat bahwa awal berdirinya ilmu
psikologi modern adalah saat Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologi
yang pertama di Universitas Leipzig, Jerman pada tahun 1879.Wilhelm terkenal
dengan systematic psychologist dan
seorang experimentalist.Dalam
perkembangannya, psikologi menjelajah proses-proses mental kejiwaan manusia.
Aliran behavioristic yang empiris, objektif, dan selalu melakukan
eksperimentasi, menjadikan bahasan psikologi lebih focus pada kajian tentang
prilaku atau tingkah laku yang tampak pada diri manusia (overt behavior).[1]
Menurut arti kata-katanya
makna psikologi sering diterjemahkan menjadi ilmu jiwa. Yakni dari kata psyche yang berarti: jiwa, roh, dan logos yang berarti: ilmu. Sebenarnya
terjemahan tersebut kurang tepat, karena bertitik-tolak dari pandangan dualisme
manusia, yang menganggap bahwa manusia itu terdiri dari dua bagian: jasmani dan
rohani.Seolah-olah kalau kita mendengar kata “ilmu jiwa”, maka terbayang pada
kita bahwa yang dipelajari oleh ilmu itu ialah sesuatu yang tidak kelihatan,
yang abstrak, yang berada di dalam diri manusia atau makhluk hidup yang lain.
Segala sesuatu yang kelihatan, yang bersifat jasmaniah pada diri manusia tidak
menjadi persoalan.[2]
Pandangan atau bayangan
yang demikian adalah tidak benar atau keliru, psikologi merupakan ilmu yang
ingin mempelajari manusia.Manusia sebagai suatu kesatuan yang bulat anatara
jasmani dan rohani. Manusia sebagai individu, R.S. Woodworth memberi batasan
tentang psikologi sebagai berikut: “Psycholgy
can be defined as the science of the activities of the individual”. Dengan
singkat dapat kita katakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia.Yang dimaksud dengan tingkah laku manusia adalah segala kegiatan,
aktifitas, tindakan, dan perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan,
yang disadari maupun yang tidak disadarinya.[3]
B. Pengertian
Belajar
Kimble mendefinisikan belajar
sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality (potensi behavioral) yang terjadi
sebagai akibat dari reinforced
practice (praktik yang diperkuat). Belajar adalah
kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yangs sangat fundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.Sebagian orang beranggapan
bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta
yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran.[4]Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam
bukunya Educational Psychology: The Teaching-Leaching Process,
berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah
laku) yang berlangsung secara progresif.[5]
Hintzman
(1978) dalam bukunya The psychology of
learning and memory berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang
terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan yang disebabkan oleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut[6]. Reber (1989) dalam kamusnya, Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua definisi.
Pertama, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah
suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan
yang diperkuat.[7]Gronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa: Learning is shown by a change in behavior as a result of experience (Gronbach,
1954:47). Jadi, menurut Gronbach belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan
mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya.[8]
Di kalangan para ahli psikologi terdapat
keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikanmakna belajar (learning). Namun, baik secara eksplisit
maupun secara implisit pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa
definisi manapun konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses
perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman
tertentu (Hilgard, 1984:4; Whiterington, 1952:163; Sartain, 1958:299; Crow and
Crow, 1956:225; Sniker, 1958:199; Lidgren, 1960:94; Morgan, 1961:187; Di Vesta
and Thompson, 1970:111; Gage and Berliner, 1975:86; Lefrancois, 1975:356).[9]
Mengapa anak (manusia) perlu dan harus
dididik?Pertanyaan ini menuntut jawaban yang tidak berbeda dengan pertanyaan
mengapa anak (manusia) harus belajar? Sebagai landasan penguraian mengenai apa
yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa
definisi belajar oleh para ahli:[10]
a. Hilgard
dan Bower
Dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan
bahwa: “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamnnya yang berulang-ulang dalam
situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat
seseorang”.
b. Gagne
Dalam buku The Conditions of Learning (1977)
mengemukakan bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama
dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia
mengalami situasi tadi”.
c. Morgan
Dalam buku Introduction
to Psychology (1978) mengemukakan: “Belajar adalah setiap perubahan yang
relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari
latihan atau pengalaman”.
d. Witherington
Dalam buku Educational Psychology mengemukakan bahwa: “Belajar adalah suatu
perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru
daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaiaan, atau
suatu pengertian”.
Belajar
adalah suatu aktivitas yang menuju kea rah tujuan tertentu. Sebelum dilanjutkan
pembicaraan mengenai proses belajar, perlu kiranya ditinjau lebih dulu apakah
yang dimaksud dengan belajar itu. Dalam hal ini ada bermacam-macam pendapat, di
antara pendapat-pendapat yang penting ialah:[11]
a. Belajar
adalah usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang dan reaksi. Pandangan
ini dikemukakan oleh aliran psikologi yang dipelopori oleh Thorndike aliran
koneksinonisme.
b. Belajar
adalah usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi atau
situasi-situasi disekitar kita. Pandangan ini pada umumnya dikemukakan oleh
para pengikut aliran Behaviourisme.
c. Bagi
aliran psycho refleksiologi, belajar dipandangnya sebagai usaha untuk membentuk
reflek-reflek baru. Bagi aliran ini belajar adalah perbuatan yang berwujud
rentetan dengan gerak reflek itu dapat menimbulkan reflek-reflek buatan.
d. Belajar
adalah usaha untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru. Pendapat ini dikemukakan
oleh para ahli psikologi assosiasi.
e. Belajar
adalah suatu proses aktif, yang dimaksud aktif disini ialah, bukan hanya aktifitas
yang Nampak sperti gerakan-gerakan badan, akan tetapi juga aktifitas-aktifitas
mental. Pandangan ini pada umumnya dikemukakan oleh para ahli psikologi
Gestalt.
C. Beberapa
Karakteristik Perilaku Belajar
Secara implisit dari keterangan diatas,
kita dapat mengidentifikasi beberapa ciri perubahan yang merupakan perilaku
belajar, diantaranya:[12]
1. Bahwa
perubahan intensional, dalam arti pengalaman atau praktik atau latihan itu
dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan secara kebetulan.
2. Bahwa
perubahan itu positif, dalam arti sesuai seperti yang diharapkan (normatif)
atau kriteria keberhasilan (criteria of
success) baik dipandang dari segi siswa (tingkat abilititas dan bakat
khususnya, tugas perkembangan, dan sebagainya) maupun dari segi guru.
3. Bahwa
perubahan itu efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi
pelajar itu (setidak-tidaknya sampai batas waktu tertentu) relatif tetap dan
setiap saat diperlukan dapat direproduksi dan dipergunakan seperti dalam
pemecahan masalah (problem solving).
D. Bagaimana
Proses Belajar itu Berlangsung?
Proses adalah kata yang
berasal dari bahasa latinProcessus
yang berarti berjalan ke depan. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau
kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972),
psoses adalah Any change in any object or
organism, particularly a behavioral or psychological change (proses adalah
suatu perubahan khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan
kejiwaan).Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau
langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya
hasil-hasil tertentu (Reber, 1988).Jadi, proses belajar dapat diartiakan
sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang
terjadi dalam diri siswa.[13]
Berikut ini uraian
beberapa macam cara penyesuaian diri yang dilakukan manusia dengan sengaja
maupun tidak sengaja, dan bagaimana hubungannya dengan belajar:[14]
a. Belajar
dan Kematangan
Kematangan (maturation) adalah suatu proses
pertumbuhan organ-organ. Kematangan itu datang atau tiba waktunya dengan
sendirinya.Sedangkan belajar lebih membutuhkan kegiatan yang disadari, suatu
aktifitas, latihan-latihan dan konsentrasi dari orang yang bersangkutan.
b. Belajar
dan Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri itu ada dua macam, yaitu:
1. Penyesuaian
diri atuoplastis
Seseorang mengubah
dirinya disesuaikan dengan keadaan lingkungan atau dunia luar.
2. Penyesuaian
diri alloplastis
Yang berarti mengubah
lingkungan atau dunia luar disesuaikan dengan kebutuhan dirinya.
c. Belajar
dan Pengalaman
Keduanya merupakan
suatu proses yang dapat mengubah sikap, tingkah laku dan pengetahuan kita. Akan
tetapi, belajar dan memperoleh pengalaman adalah berbeda.
d. Belajar
dan Bermain
Dalam bermain juga
terjadi proses belajar. Persamaannya adalah bahwa dalam belajar dan bermain
keduanya terjadi perubahan yang dapat mengubah tingkah laku, sikap, dan
pengalaman. Menurut sifatnya, perbedaan antara belajar dan bermain adalah
kegiatan belajar mempunyai tujuan yang terletak pada masa depan. Sedangkan
kegiatan bermain hanyalah ditujukan untuk situasi di waktu itu saja.
e. Belajar
dan Pengertian
Belajar mempunyai arti
yang lebih luas daripada hanya mencapai pengertian. Ada proses belajar yang
berlangsung dengan otomatis tanpa pengertian. Sebaliknya ada pula pengertian
yang tidak menimbulkan proses belajar. Dengan mendapatkan sesuatu pengertian
tertentu, belum tentu seseorang kemudian berubah tingkah lakunya.
f. Belajar
dan Menghafal/Mengingat
Menghafal/mengingat
tidak sama dengan belajar. Hafal atau ingat akan sesuatu belum menjamin bahwa
dengan demikian orang sudah belajar dalam arti yang sebenarnya. Sebab untuk
mengetahui sesuatu tidak cukup hanya dengan menghafal saja, tetapi harus dengan
pengertian.
g. Belajar
dan Latihan
Persamaannya ialah
bahwa belajar dan latihan keduanya dapat menyebabkan perubahan/proses dalam
tingkah laku, sikap dan pengetahuan.Akan tetapi antara keduanya terdapat pula
perbedaan. Di dalam praktek terdapat pula proses belajar yang terjadi tanpa
latihan.
E. Macam-macam
Hasil Belajar
Howard Kingsley, yang dikutip oleh Nana
Sudjana, membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita.
Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah
ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil
belajar, yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c)
strategi kognitif, (d) sikap, (e) keterampilanpsikomotorik. Dalam system
pendidikan nasional, rumusan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, menggunakan klasifikasi hasil pelajar dari Bunyamin Bloom, yang
secara garis besar membagi tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.[15]
a. Ranaah
Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni:
1. Pengetahuan:
kemampuan mengingat apa yang sudah dipelajari.
2. Pemahaman:
kemampuan mengangkat makna dari yang dipelajari.
3. Aplikasi:
kemampuan untuk menggunakan hal yang sudah dipelajari kedalam situasi baru yang
konkret.
4. Analisis:
kemampuan untuk memerinci hal yang sudah dipelajari ke dalam unsur-unsurnya,
supaya struktur organisasinya dimengerti.
5. Sintesis:
kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang
baru.
6. Evaluasi:
kemampuan untuk menilai sesuatu yang dipelajari untuk sesuatu tujuan tertentu.
b. Ranah
Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan
nilai. Ada beberapa jenis kategori dalam ranah afektif sebagai hasil belajar,
yakni:
1. Receiving/attending,
yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang dating kepada
siswa dalam konteks situasi dan gejala.
2. Responsding atau
jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulasi yang
datangnya dari luar.
3. Valuing (penilaian),
yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap stimulus tadi.
4. Organisasi,
yakni pengembangan atas nilai keadaan satu system organisasi, termasuk hubungan
satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah
dimilikinya.
5. Karakteristik
nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua system nilai yang telah
dimiliki dan mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku seseorang.
c. Ranah
Psikomotor
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam
keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu. Ada lima tingkat keterampilan, yakni:
1. Gerakan
reflek.
2. Keterampilan
pada gerakan-gerakan dasar.
3. Keterampilan
perseptual.
4. Kemampua
di bidang fisik.
5. Kemampuan
yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive.
F. Belajar
Perspektif Psikologi
Pada umumnya para ahli psikologi belajar
khususnya mereka yang tergolong cognivist
(ahli sains kognitif) sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori, dan
pengetahuan itu sangat erat dan tidak mungkin dipisahkan. Memori yang biasanya
kita artikan sebagai ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang
menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan storage system, yakni sistem penyimpanan informasi dan pengetahuan
yang terdapat di dalam otak manusia.[16]
a. Pusat
Memori dan Pengetahuan
Menurut Bruno (1987), memori ialah
proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali
informasi dan pengetahuan yang semuanya terpusat dalam otak.
b. Ragam
Memori dan Pengetahuan
Ditinjau dari sudut jenis informasi dan
pengetahuan yang disimpan, memori manusia itu terdiri atas dua macam yakni:
1. Semantic Memory (memori
semantik) yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau
pengertian-pengertian.
2. Episodic memory (memori
episodik) yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang
peristiwa-peristiwa.
c. Memori
dan IQ
IQ (Intelligence
quotient) pada dasarnya merupakan sebuah ukuran tingkat kecerdasan yang
berkaitan dengan usia (Reber, 1989:368), bukan kecerdasan itu sendiri. Secara
harfiah, intelligence quotient berarti
hasil bagi inteligensi (skor yang dihasilkan dari pembagian sebuah skor dengan
skor lainnya yang berhubungan dengan kemampuan mental orang). Inteligensi
sendiri dalam perspektif psikologi memiliki arti yang beraneka ragam antara
lain yang paling pokok adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi baru
secara cepat dan efektif atau kemampuan menggunakan konsep-konsep abstrak
secara efektif (Chaplin, 1972:244). Dengan demikian, inteligensi dapat
disinonimkan dengan kecerdasan.
G.
Beberapa Teori Belajar
Teori belajar yang
terkenal dalam psikologi antara lain adalah:[17]
a. Teori
Conditioning
1. Teori
Classical Conditioning(Pavlov dan
Watson)
Menurut teori ini,
belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat
(conditions) yang kemudian
menimbulkan reaksi (response).
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain
adalah hasil daripada conditioning.
2. Teori
Conditioning dari Guthrie
Guthrie mengemukakan
bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai
deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit.
3. Teori
Operant Conditioning (Skinner)
Seperti Pavlov dan
Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang
dan respons.Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih jauh.Skinner
membedakan adanya dua macam respons, yaitu Respondent
respose (reflexive response) dan Operant Response (Instrumental response).
4. Teori
Systematic Behavior (Hull)
Clark C. Hull
mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh
motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang
belajar.
b. Teori
Conectionism (Thorndike)
Menurut teori trial and
error (mencoba dan gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi
baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi
buta. Jadi, proses belajar menurut Thordike ialah belajar itu sendiri melalui
proses trial and error dan law of effect.
c. Teori
Belajar menurut Psikologi Gestalt
Menurut para ahli
psikologi Gestalt, manusia itu bukanlah hanya sekedar makhluk reaksi yang hanya
berbuat atau beraksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya. Dengan singkat,
belajar menurut psikologi gestalt adalah suatu proses yang dimana individu
tersebut belajar dari sebuah pengertian atau pemahaman.
H. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Belajar
Telah dikatakan bahwa belajar adalah
suatu proses yang menimbulkan terjadinya sautu perubahan atau pembaharuan dalam
tingkah laku dan atau kecakapan. Sampa di manakah perubahan itu dapat tercapai
atau dengan kata lain, berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung
kepada bermacam-macam faktor. Marilah kita uraikan faktor tersebut secara
singkat:[18]
a. Kematangan/pertumbuhan
Kita tidak dapat melatih anak yang baru
berumur 6 bulan untuk belajar berjalan. Walaupun kita paksa, anak tersebut
tidak akan sanggup untik melakukannya karena untuk dapat berjalan anak
memerlukan kematangan potensi-potensi jasmaniah maupun rohaniahnya.
b. Kecerdasan/intelijensi
Di samping kematangan, dapat tidaknya
seseorang mempelajari sesuatu dengan berhasil baik ditentukan/dipengaruhi pula
oleh taraf kecerdasannya.
c. Latihan
dan Ulangan
Karena terlatih, karena seringkali
mengulangi sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat
menjadi makin dikuasai dan makin mendalam.
d. Motivasi
Motif merupakan pendorong bagi suatu
organisme untuk melakukan sesuatu.
e. Sifat-sifat
pribadi seseorang
Tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat
kepribadiannya masing-masing yang berbeda antara seorang dengan yang lain.
f. Keadaan
keluarga
Suasana dan keadaan keluarga yang
bermacam-macam itu mau tidak mau turut menentukan bagaimana dan sampai dimana
belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak.
g. Guru
dan cara mengajar
Terutama dalam belajar di sekolah,
faktor guru dan cara mengajarnya merupakan merupakan faktor yang penting pula.
h. Alat-alat
pelajaran
Sekolah yang cukup memiliki alat-alat
dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan car mengajar
yang baik oleh guru, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan
mempermudah dan mempercepat belajar anak-anak.
i.
Motivasi sosial
Jika guru atau orang tua dapat
memberikan motivasi yang baik pada anak-anak timbullah dalam diri anak itu
dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik.
j.
Lingkungan dan kesempatan
Banyak anak-anak yang tidak dapat
belajar dengan hasil baik dan tidak dapat mempertinggi belajarnya, akibat tidak
adanya kesempatan yang disebabkan oleh sibuknya pekerjaan setiap hari, pengaruh
lingkungan yang buruk dan faktor-faktor negative yang lainnya.
Belajar sebagai proses atau aktifitas
disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor.[19]
a. Faktor-faktor
psikologi dalam belajar
Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal
yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah:
-
Adanya sifat ingin tahu dan ingin
menyelidiki dunia yang lebih luas;
-
Adanya sifat yang kreatif yang ada pada
manusia dan keinginan untuk selalu maju;
-
Adanya keinginan untuk mendapatkan
simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;
-
Adanya keinginan untuk memperbaiki
kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan
kompetisi;
-
Adanya ganjaran atau hukuman sebagai
akhir daripada belajar. (Frandsen, 1961:216)
b. Faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dapat lagi digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu:
1. Faktor
nonsosial dalam belajar
Kelompok faktor-faktor ini boleh
dikatakan juga tak terbilang jumlahnya, seperti misalnya: keadaan udara, suhu
udara, cuaca, waktu (pagi, siang, ataupun malam), tempat (letaknya,
pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis-menulis,
buku-buku, alat peraga, dsb).
2. Faktor
sosial dalam belajar
Yang dimaksud dengan faktor social
disini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir)
maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir.Kehadiran
orang atau orang-orang lain pada waktu seseorang belajar, banyak kali mengganggu
belajar itu sendiri.
c. Faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dapat lagi digolongkan
menjadi dua golongan, yakni:
1. Faktor
fisiologis dalam belajar
Faktor fisiologis ini masih dapat
dibedakan menjadi:
a. Keadaan
tonus jasmani pada umumnya
Keadaan tonusjasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatarbelakangi
aktifitas belajar; keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan
keadaan jasmani yang kurang segar; keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya
daripada yang tidak lelah
I. Cara-cara
Belajar yang Baik
Menentukan bagaimana
cara-cara belajar yang baik bukanlah soal yang mudah. Dari uraian yang lalu
kita telah mengetahui adanya bermacam-macam faktor yang dapat mempengaruhi cara
dan keberhasilan belajar. Dr. Rudolf Pintner mengemukakan sepuluh macam metode
belajar, yakni sebagai berikut:[20]
a. Metode
keseluruhan kepada bagian (whole to part
method)
Di dalam mempelajari sesuatu kita harus
memulai dahulu dari keseluruhan, kemudian baru mendetail kepada bagian-bagiannya.
Misalnya kita akan mempelajari sebuah buku. Mula-mula kita perhatikan lebih
dahulu isi buku tersebut, urutan bab-babnya dan subbab masing-masing.Dari
gambaran keseluruhan isi buku tersebut barulah kitamengarah kepada
bagian-bagian atau bab-bab tertentu yang kita anggap penting atau yang
merupakan inti pokok buku tersebut.Metode ini berasal dari pendapat psikologi
Gestalt.
b. Metode
keseluruhan lawan bagian (whole versus
part method)
Untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya
tidak terlalu luas, tepat dipergunakan metode keseluruhan seperti menghafal
syair, membaca buku cerita pendek, mempelajari unit-unit pelajaran tertentu,
dan sebagainya.
c. Metode resitasi (recitation
method)
Resistasi dalam hal ini
berarti mengulangi atau mengucapkan kembali (sesuatu) yang telah
dipelajari.metode ini dapat digunakan untuk semua bahan pelajaran yang bersifat
verbal maupun noverbal
d. Jangka waktu belajar (length of practice periods)
Dari hasil-hasil
eksperimen ternyata bahwa jangka waktu (periode) belajar yang produktif seperti
menghafal, mengetik, mengerjakan soal hitungan, dsb adalah antara 20-30
menit.Jangka waktu yang lebih dari 30 menit untuk belajar yang benar-benar
memerlukan konsentrasi perhatian relative kurang atau tidak produktif.
e.
Pembagian waktu
belajar (distribution of practice periods)
Dari berbagai
percoabaan telah dapat dibuktikan, bahwa belajar yang terus-menerus dalam
jangka waktu yang lama tanpa istirahat tidak efisien dan tidak efektif.
f.
Membatasi
kelupaan (counteract forgetting)
Bahan pelajaran yang
telah kita pelajari sering kali mudah dan lekas dilupakan. Maka untuk jangan
sampai lekas lupa atau hilang sama sekali, dalam belajar perlu adanya ulangan
atau review pada waktu-waktu
tertentu.
g.
Menghafal (cramming)
Metode ini berguna
terutama jika tujuannya untuk dapat menguasai serta memproduksi kembali dengan
cepat bahan-bahan pelajaran yang luas atau banyak dalam waktu yang relative
singkat seperti misalnya belajar untuk menghadapi ujian-ujian semester atau
ujian akhir.
h.
Kecepatan
belajar dalam hubungannya dengan ingatan
Kita mengenal ungkapan quick learning means quick forgetting.
Di dalamnya terdapat korelasi negatif antara kecepatan memperoleh suatu
pengetahuan dengan daya ingatan terhadap pengetahuan itu.
i.
Retroactive inhibition
Berbagai pengetahuan
yang telah kita miliki itu, di dalam diri kita seolah-olah merupakan unit-unit
yang selalu berkaitan satu sama lain, bahkan sering pula yang satu mendesak
atau menghambat yang lain. Proses seperti ini di dalam psikologi disebut retroactive inhibition. Inhibition berarti
larangan atau penolakan. Jadi, pada waktu terjadi proses reproduksi di dalam
jiwa kita, atau dengan kata lain pada waktu terjadi proses berpikir, terjadi
adanya penolakan atau penahanan dari suatu unit pengetahuan tertentu terhadap
unit yang lain sehingga terjadi kesalahan dalam berpikir.
[1]
Dr. Popi Sopiatin, M.Pd., dkk, Psikologi
Belajar dalam Perspektif Islam, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm.3
[2]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm.1
[3] Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm.1
[4] Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers,
Jakarta, 2009, hlm.63
[5]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers,
Jakarta, 2009, hlm.64
[6]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers,
Jakarta, 2009, hlm.65
[7]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers,
Jakarta, 2009, hlm.66
[8] Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., M.A.,
Ed.S., Psikologi Kependidikan, PT
RajaGrafindo Persada, 2004, hlm.231
[9]Prof.
DR. H. Abin Syamsudin, M.A.,Psikologi
Kependidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, hlm.157
[10]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, hlm.84
[11]
Drs. Mustaqim, dkk., Psikologi Pendidikan,
PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm.60
[12]Prof.
DR. H. Abin Syamsudin, M.A., Psikologi
Kependidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, hlm.158
[13]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers,
Jakarta, 2009, hlm.109
[14]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, hlm.86
[15]
Dr. Popi Sopiatin, M.Pd., dkk, Psikologi
Belajar dalam Perspektif Islam, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm.67
[16]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers,
Jakarta, 2009, hlm.72
[17]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, hlm.89
[18]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, hlm.102
[19]Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., M.A., Ed.S.,
Psikologi Kependidikan, PT
RajaGrafindo Persada, 2004, hlm.233
[20]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, hlm.112
0 komentar:
Posting Komentar