AB

Kamis, 21 Mei 2015

Belajar Perspektif Psikologi

20.06 Posted by Unknown No comments


BELAJAR PERSPEKTIF PSIKOLOGI

A.    Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan Yunani yang terdiri atas dua suku kata yaitu psyche yang artinya jiwa, dan logosyang artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologis, psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejala, proses maupun latar belakangnya. Umumnya, para pakar psikologi sepakat bahwa awal berdirinya ilmu psikologi modern adalah saat Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologi yang pertama di Universitas Leipzig, Jerman pada tahun 1879.Wilhelm terkenal dengan systematic psychologist dan seorang experimentalist.Dalam perkembangannya, psikologi menjelajah proses-proses mental kejiwaan manusia. Aliran behavioristic yang empiris, objektif, dan selalu melakukan eksperimentasi, menjadikan bahasan psikologi lebih focus pada kajian tentang prilaku atau tingkah laku yang tampak pada diri manusia (overt behavior).[1]
Menurut arti kata-katanya makna psikologi sering diterjemahkan menjadi ilmu jiwa. Yakni dari kata psyche yang berarti: jiwa, roh, dan logos yang berarti: ilmu. Sebenarnya terjemahan tersebut kurang tepat, karena bertitik-tolak dari pandangan dualisme manusia, yang menganggap bahwa manusia itu terdiri dari dua bagian: jasmani dan rohani.Seolah-olah kalau kita mendengar kata “ilmu jiwa”, maka terbayang pada kita bahwa yang dipelajari oleh ilmu itu ialah sesuatu yang tidak kelihatan, yang abstrak, yang berada di dalam diri manusia atau makhluk hidup yang lain. Segala sesuatu yang kelihatan, yang bersifat jasmaniah pada diri manusia tidak menjadi persoalan.[2]
Pandangan atau bayangan yang demikian adalah tidak benar atau keliru, psikologi merupakan ilmu yang ingin mempelajari manusia.Manusia sebagai suatu kesatuan yang bulat anatara jasmani dan rohani. Manusia sebagai individu, R.S. Woodworth memberi batasan tentang psikologi sebagai berikut: “Psycholgy can be defined as the science of the activities of the individual”. Dengan singkat dapat kita katakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.Yang dimaksud dengan tingkah laku manusia adalah segala kegiatan, aktifitas, tindakan, dan perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadarinya.[3]

B.     Pengertian Belajar
Kimble mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality (potensi behavioral) yang terjadi sebagai akibat dari reinforced practice (praktik yang diperkuat). Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yangs sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran.[4]Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Leaching Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.[5]
Hintzman (1978) dalam bukunya The psychology of learning and memory berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut[6]. Reber (1989) dalam kamusnya, Dictionary of Psychology  membatasi belajar dengan dua definisi. Pertama, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.[7]Gronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa: Learning is shown by a change in behavior as a result of experience (Gronbach, 1954:47). Jadi, menurut Gronbach belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya.[8]
Di kalangan para ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikanmakna belajar (learning). Namun, baik secara eksplisit maupun secara implisit pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa definisi manapun konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu (Hilgard, 1984:4; Whiterington, 1952:163; Sartain, 1958:299; Crow and Crow, 1956:225; Sniker, 1958:199; Lidgren, 1960:94; Morgan, 1961:187; Di Vesta and Thompson, 1970:111; Gage and Berliner, 1975:86; Lefrancois, 1975:356).[9]
Mengapa anak (manusia) perlu dan harus dididik?Pertanyaan ini menuntut jawaban yang tidak berbeda dengan pertanyaan mengapa anak (manusia) harus belajar? Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi belajar oleh para ahli:[10]
a.       Hilgard dan Bower
Dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan bahwa: “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamnnya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang”.
b.      Gagne
Dalam buku The Conditions of Learning (1977) mengemukakan bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi”.
c.       Morgan
Dalam buku  Introduction to Psychology (1978) mengemukakan: “Belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.
d.      Witherington
Dalam buku Educational Psychology mengemukakan bahwa: “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaiaan, atau suatu pengertian”.
Belajar adalah suatu aktivitas yang menuju kea rah tujuan tertentu. Sebelum dilanjutkan pembicaraan mengenai proses belajar, perlu kiranya ditinjau lebih dulu apakah yang dimaksud dengan belajar itu. Dalam hal ini ada bermacam-macam pendapat, di antara pendapat-pendapat yang penting ialah:[11]
a.    Belajar adalah usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang dan reaksi. Pandangan ini dikemukakan oleh aliran psikologi yang dipelopori oleh Thorndike aliran koneksinonisme.
b.    Belajar adalah usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi atau situasi-situasi disekitar kita. Pandangan ini pada umumnya dikemukakan oleh para pengikut aliran Behaviourisme.
c.    Bagi aliran psycho refleksiologi, belajar dipandangnya sebagai usaha untuk membentuk reflek-reflek baru. Bagi aliran ini belajar adalah perbuatan yang berwujud rentetan dengan gerak reflek itu dapat menimbulkan reflek-reflek buatan.
d.   Belajar adalah usaha untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru. Pendapat ini dikemukakan oleh para ahli psikologi assosiasi.
e.    Belajar adalah suatu proses aktif, yang dimaksud aktif disini ialah, bukan hanya aktifitas yang Nampak sperti gerakan-gerakan badan, akan tetapi juga aktifitas-aktifitas mental. Pandangan ini pada umumnya dikemukakan oleh para ahli psikologi Gestalt.

C.     Beberapa Karakteristik Perilaku Belajar
Secara implisit dari keterangan diatas, kita dapat mengidentifikasi beberapa ciri perubahan yang merupakan perilaku belajar, diantaranya:[12]
1.    Bahwa perubahan intensional, dalam arti pengalaman atau praktik atau latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan secara kebetulan.
2.    Bahwa perubahan itu positif, dalam arti sesuai seperti yang diharapkan (normatif) atau kriteria keberhasilan (criteria of success) baik dipandang dari segi siswa (tingkat abilititas dan bakat khususnya, tugas perkembangan, dan sebagainya) maupun dari segi guru.
3.    Bahwa perubahan itu efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu (setidak-tidaknya sampai batas waktu tertentu) relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksi dan dipergunakan seperti dalam pemecahan masalah (problem solving).

D.    Bagaimana Proses Belajar itu Berlangsung?
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latinProcessus yang berarti berjalan ke depan. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), psoses adalah Any change in any object or organism, particularly a behavioral or psychological change (proses adalah suatu perubahan khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan).Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988).Jadi, proses belajar dapat diartiakan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.[13]
Berikut ini uraian beberapa macam cara penyesuaian diri yang dilakukan manusia dengan sengaja maupun tidak sengaja, dan bagaimana hubungannya dengan belajar:[14]
a.       Belajar dan Kematangan
Kematangan (maturation) adalah suatu proses pertumbuhan organ-organ. Kematangan itu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya.Sedangkan belajar lebih membutuhkan kegiatan yang disadari, suatu aktifitas, latihan-latihan dan konsentrasi dari orang yang bersangkutan.
b.      Belajar dan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri itu ada dua macam, yaitu:
1.      Penyesuaian diri atuoplastis
Seseorang mengubah dirinya disesuaikan dengan keadaan lingkungan atau dunia luar.
2.      Penyesuaian diri alloplastis
Yang berarti mengubah lingkungan atau dunia luar disesuaikan dengan kebutuhan dirinya.
c.       Belajar dan Pengalaman
Keduanya merupakan suatu proses yang dapat mengubah sikap, tingkah laku dan pengetahuan kita. Akan tetapi, belajar dan memperoleh pengalaman adalah berbeda.
d.      Belajar dan Bermain
Dalam bermain juga terjadi proses belajar. Persamaannya adalah bahwa dalam belajar dan bermain keduanya terjadi perubahan yang dapat mengubah tingkah laku, sikap, dan pengalaman. Menurut sifatnya, perbedaan antara belajar dan bermain adalah kegiatan belajar mempunyai tujuan yang terletak pada masa depan. Sedangkan kegiatan bermain hanyalah ditujukan untuk situasi di waktu itu saja.
e.       Belajar dan Pengertian
Belajar mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya mencapai pengertian. Ada proses belajar yang berlangsung dengan otomatis tanpa pengertian. Sebaliknya ada pula pengertian yang tidak menimbulkan proses belajar. Dengan mendapatkan sesuatu pengertian tertentu, belum tentu seseorang kemudian berubah tingkah lakunya.
f.       Belajar dan Menghafal/Mengingat
Menghafal/mengingat tidak sama dengan belajar. Hafal atau ingat akan sesuatu belum menjamin bahwa dengan demikian orang sudah belajar dalam arti yang sebenarnya. Sebab untuk mengetahui sesuatu tidak cukup hanya dengan menghafal saja, tetapi harus dengan pengertian.
g.      Belajar dan Latihan
Persamaannya ialah bahwa belajar dan latihan keduanya dapat menyebabkan perubahan/proses dalam tingkah laku, sikap dan pengetahuan.Akan tetapi antara keduanya terdapat pula perbedaan. Di dalam praktek terdapat pula proses belajar yang terjadi tanpa latihan.

E.     Macam-macam Hasil Belajar
Howard Kingsley, yang dikutip oleh Nana Sudjana, membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, (e) keterampilanpsikomotorik. Dalam system pendidikan nasional, rumusan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil pelajar dari Bunyamin Bloom, yang secara garis besar membagi tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.[15]
a.       Ranaah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni:
1.      Pengetahuan: kemampuan mengingat apa yang sudah dipelajari.
2.      Pemahaman: kemampuan mengangkat makna dari yang dipelajari.
3.      Aplikasi: kemampuan untuk menggunakan hal yang sudah dipelajari kedalam situasi baru yang konkret.
4.      Analisis: kemampuan untuk memerinci hal yang sudah dipelajari ke dalam unsur-unsurnya, supaya struktur organisasinya dimengerti.
5.      Sintesis: kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru.
6.      Evaluasi: kemampuan untuk menilai sesuatu yang dipelajari untuk sesuatu tujuan tertentu.
b.      Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ada beberapa jenis kategori dalam ranah afektif sebagai hasil belajar, yakni:
1.      Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang dating kepada siswa dalam konteks situasi dan gejala.
2.      Responsding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulasi yang datangnya dari luar.
3.      Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap stimulus tadi.
4.      Organisasi, yakni pengembangan atas nilai keadaan satu system organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5.      Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki dan mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku seseorang.
c.       Ranah Psikomotor
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada lima tingkat keterampilan, yakni:
1.      Gerakan reflek.
2.      Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
3.      Keterampilan perseptual.
4.      Kemampua di bidang fisik.
5.      Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive.

F.      Belajar Perspektif Psikologi
Pada umumnya para ahli psikologi belajar khususnya mereka yang tergolong cognivist (ahli sains kognitif) sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori, dan pengetahuan itu sangat erat dan tidak mungkin dipisahkan. Memori yang biasanya kita artikan sebagai ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan storage system, yakni sistem penyimpanan informasi dan pengetahuan yang terdapat di dalam otak manusia.[16]
a.       Pusat Memori dan Pengetahuan
Menurut Bruno (1987), memori ialah proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi dan pengetahuan yang semuanya terpusat dalam otak.
b.      Ragam Memori dan Pengetahuan
Ditinjau dari sudut jenis informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori manusia itu terdiri atas dua macam yakni:
1.      Semantic Memory (memori semantik) yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian.
2.      Episodic memory (memori episodik) yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa.
c.       Memori dan IQ
IQ (Intelligence quotient) pada dasarnya merupakan sebuah ukuran tingkat kecerdasan yang berkaitan dengan usia (Reber, 1989:368), bukan kecerdasan itu sendiri. Secara harfiah, intelligence quotient berarti hasil bagi inteligensi (skor yang dihasilkan dari pembagian sebuah skor dengan skor lainnya yang berhubungan dengan kemampuan mental orang). Inteligensi sendiri dalam perspektif psikologi memiliki arti yang beraneka ragam antara lain yang paling pokok adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi baru secara cepat dan efektif atau kemampuan menggunakan konsep-konsep abstrak secara efektif (Chaplin, 1972:244). Dengan demikian, inteligensi dapat disinonimkan dengan kecerdasan.

G.    Beberapa Teori Belajar
Teori belajar yang terkenal dalam psikologi antara lain adalah:[17]
a.       Teori Conditioning
1.      Teori Classical Conditioning(Pavlov dan  Watson)
Menurut teori ini, belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning.
2.      Teori Conditioning dari Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit.
3.      Teori Operant Conditioning (Skinner)
Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respons.Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih jauh.Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu Respondent respose (reflexive response) dan Operant Response (Instrumental response).
4.      Teori Systematic Behavior (Hull)
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar.
b.      Teori Conectionism (Thorndike)
Menurut teori trial and error (mencoba dan gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jadi, proses belajar menurut Thordike ialah belajar itu sendiri melalui proses trial and error dan law of effect.
c.       Teori Belajar menurut Psikologi Gestalt
Menurut para ahli psikologi Gestalt, manusia itu bukanlah hanya sekedar makhluk reaksi yang hanya berbuat atau beraksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya. Dengan singkat, belajar menurut psikologi gestalt adalah suatu proses yang dimana individu tersebut belajar dari sebuah pengertian atau pemahaman.

H.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya sautu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan. Sampa di manakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain, berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor. Marilah kita uraikan faktor tersebut secara singkat:[18]
a.       Kematangan/pertumbuhan
Kita tidak dapat melatih anak yang baru berumur 6 bulan untuk belajar berjalan. Walaupun kita paksa, anak tersebut tidak akan sanggup untik melakukannya karena untuk dapat berjalan anak memerlukan kematangan potensi-potensi jasmaniah maupun rohaniahnya.
b.      Kecerdasan/intelijensi
Di samping kematangan, dapat tidaknya seseorang mempelajari sesuatu dengan berhasil baik ditentukan/dipengaruhi pula oleh taraf kecerdasannya.
c.       Latihan dan Ulangan
Karena terlatih, karena seringkali mengulangi sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi makin dikuasai dan makin mendalam.
d.      Motivasi
Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu.
e.       Sifat-sifat pribadi seseorang
Tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadiannya masing-masing yang berbeda antara seorang dengan yang lain.
f.       Keadaan keluarga
Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam itu mau tidak mau turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak.
g.      Guru dan cara mengajar
Terutama dalam belajar di sekolah, faktor guru dan cara mengajarnya merupakan merupakan faktor yang penting pula.
h.      Alat-alat pelajaran
Sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan car mengajar yang baik oleh guru, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak-anak.
i.        Motivasi sosial
Jika guru atau orang tua dapat memberikan motivasi yang baik pada anak-anak timbullah dalam diri anak itu dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik.
j.        Lingkungan dan kesempatan
Banyak anak-anak yang tidak dapat belajar dengan hasil baik dan tidak dapat mempertinggi belajarnya, akibat tidak adanya kesempatan yang disebabkan oleh sibuknya pekerjaan setiap hari, pengaruh lingkungan yang buruk dan faktor-faktor negative yang lainnya.
Belajar sebagai proses atau aktifitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor.[19]
a.       Faktor-faktor psikologi dalam belajar
Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah:
-          Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
-          Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju;
-          Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;
-          Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi;
-          Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar. (Frandsen, 1961:216)
b.      Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.      Faktor nonsosial dalam belajar
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tak terbilang jumlahnya, seperti misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, ataupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis-menulis, buku-buku, alat peraga, dsb).
2.      Faktor sosial dalam belajar
Yang dimaksud dengan faktor social disini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir.Kehadiran orang atau orang-orang lain pada waktu seseorang belajar, banyak kali mengganggu belajar itu sendiri.
c.       Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan, yakni:
1.      Faktor fisiologis dalam belajar
Faktor fisiologis ini masih dapat dibedakan menjadi:
a.       Keadaan tonus jasmani pada umumnya
Keadaan tonusjasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatarbelakangi aktifitas belajar; keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar; keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya daripada yang tidak lelah

I.       Cara-cara Belajar yang Baik
Menentukan bagaimana cara-cara belajar yang baik bukanlah soal yang mudah. Dari uraian yang lalu kita telah mengetahui adanya bermacam-macam faktor yang dapat mempengaruhi cara dan keberhasilan belajar. Dr. Rudolf Pintner mengemukakan sepuluh macam metode belajar, yakni sebagai berikut:[20]
a.       Metode keseluruhan kepada bagian (whole to part method)
Di dalam mempelajari sesuatu kita harus memulai dahulu dari keseluruhan, kemudian baru mendetail kepada bagian-bagiannya. Misalnya kita akan mempelajari sebuah buku. Mula-mula kita perhatikan lebih dahulu isi buku tersebut, urutan bab-babnya dan subbab masing-masing.Dari gambaran keseluruhan isi buku tersebut barulah kitamengarah kepada bagian-bagian atau bab-bab tertentu yang kita anggap penting atau yang merupakan inti pokok buku tersebut.Metode ini berasal dari pendapat psikologi Gestalt.
b.      Metode keseluruhan lawan bagian (whole versus part method)
Untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya tidak terlalu luas, tepat dipergunakan metode keseluruhan seperti menghafal syair, membaca buku cerita pendek, mempelajari unit-unit pelajaran tertentu, dan sebagainya.
c.       Metode resitasi (recitation method)
Resistasi dalam hal ini berarti mengulangi atau mengucapkan kembali (sesuatu) yang telah dipelajari.metode ini dapat digunakan untuk semua bahan pelajaran yang bersifat verbal maupun noverbal
d.      Jangka waktu belajar (length of practice periods)
Dari hasil-hasil eksperimen ternyata bahwa jangka waktu (periode) belajar yang produktif seperti menghafal, mengetik, mengerjakan soal hitungan, dsb adalah antara 20-30 menit.Jangka waktu yang lebih dari 30 menit untuk belajar yang benar-benar memerlukan konsentrasi perhatian relative kurang atau tidak produktif.
e.       Pembagian waktu belajar (distribution of practice periods)
Dari berbagai percoabaan telah dapat dibuktikan, bahwa belajar yang terus-menerus dalam jangka waktu yang lama tanpa istirahat tidak efisien dan tidak efektif.

f.       Membatasi kelupaan (counteract forgetting)
Bahan pelajaran yang telah kita pelajari sering kali mudah dan lekas dilupakan. Maka untuk jangan sampai lekas lupa atau hilang sama sekali, dalam belajar perlu adanya ulangan atau review pada waktu-waktu tertentu.
g.      Menghafal (cramming)
Metode ini berguna terutama jika tujuannya untuk dapat menguasai serta memproduksi kembali dengan cepat bahan-bahan pelajaran yang luas atau banyak dalam waktu yang relative singkat seperti misalnya belajar untuk menghadapi ujian-ujian semester atau ujian akhir.
h.      Kecepatan belajar dalam hubungannya dengan ingatan
Kita mengenal ungkapan quick learning means quick forgetting. Di dalamnya terdapat korelasi negatif antara kecepatan memperoleh suatu pengetahuan dengan daya ingatan terhadap pengetahuan itu.
i.        Retroactive inhibition
Berbagai pengetahuan yang telah kita miliki itu, di dalam diri kita seolah-olah merupakan unit-unit yang selalu berkaitan satu sama lain, bahkan sering pula yang satu mendesak atau menghambat yang lain. Proses seperti ini di dalam psikologi disebut retroactive inhibition. Inhibition berarti larangan atau penolakan. Jadi, pada waktu terjadi proses reproduksi di dalam jiwa kita, atau dengan kata lain pada waktu terjadi proses berpikir, terjadi adanya penolakan atau penahanan dari suatu unit pengetahuan tertentu terhadap unit yang lain sehingga terjadi kesalahan dalam berpikir.


[1] Dr. Popi Sopiatin, M.Pd., dkk, Psikologi Belajar dalam Perspektif Islam, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm.3
[2]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm.1
[3] Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm.1
[4] Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm.63
[5]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm.64
[6]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm.65
[7]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm.66
[8] Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., M.A., Ed.S., Psikologi Kependidikan, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hlm.231
[9]Prof. DR. H. Abin Syamsudin, M.A.,Psikologi Kependidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.157
[10]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.84
[11] Drs. Mustaqim, dkk., Psikologi Pendidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm.60
[12]Prof. DR. H. Abin Syamsudin, M.A., Psikologi Kependidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.158
[13]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm.109
[14]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.86
[15] Dr. Popi Sopiatin, M.Pd., dkk, Psikologi Belajar dalam Perspektif Islam, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm.67
[16]Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm.72
[17]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.89
[18]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.102
[19]Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., M.A., Ed.S., Psikologi Kependidikan, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hlm.233
[20]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.112

0 komentar:

Posting Komentar